Pembangunan jalan layang non tol yang tujuannya mengatasi masalah kemacetan dianggap bukan jalan keluar yang baik. Penambahan jalan hanya upaya menunda kemacetan.
Berdasarkan keterangan pers yang disampaikan Koalisi Warga Untuk Jakarta 2030, Kamis 9 Desember 2010, program pembangunan yang bertumpu pada penambahan transportasi publik merupakan jalan keluar konkrit yang harusnya dilakukan secara revolusioner.
Penambahan jalan layang non tol seperti di kawasan Roxi, Daan Mogot, dan Ciputat, merupakan bukti nyata kalau kemacetan di wilayah tersebut tidak juga tidak dapat diatasi. Kemacetan kembali terjadi kurang dari satu bulan.
Pengalaman serupa juga terjadi pada kota-kota lain di Asia. Pemerintah Kota Seoul, Korea Selatan, memilih meruntuhkan jalan layang dan mengembalikan peruntukannya sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dan bukan fasilitas angkutan bermotor.
Perwakilan Koalisi Warga Untuk Jakarta 2030, Ahmad Safrudin menyampaikan kalau pembangunan jalan layang non tol Antasari - Blok M dan Kampung Melayu - Tanah Abang, diprediksi tidak akan mengatasi kemacetan, dan semata-mata hanya upaya untuk melanggengkan neraka kemacetan di Jakarta.
Pembangunan dua jalan layang non tol di Jakarta ini, akan selesai pada akhir 2012. Saat ini penelitian terhadap tanah yang akan dipasangi pondasi untuk jalan tersebut sedang dilakukan. Pada Januari 2011, dimulai pemasangan pondasi.
Sejumlah pekerja terlihat memasang pembatas jalan dan memasang patok kayu. Pagar seng dan penggalian telah dilakukan.
Jalan yang akan dibangun ini digadang-gadang bisa menyelesaikan kemacetan sekitar 30 persen di kawasan ini.
Jalan layang akan membentang dari Tanah Abang, Jakarta Pusat sampai Pondok Kopi, Jakarta Timur. Jalan ini panjangnya mencapai 5 kilometer. Namun yang baru akan dilakukan pembangunannya sepanjang 1,8 kilometer. Yakni dari Jalan Satrio hingga Mas Mansyur.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar